Saat ChatGPT Menyerah pada Tugas TK: Kegagalan Lucu AI dalam Membuat Poster Alfabet untuk Anak-Anak
Teknologi - Kecerdasan Buatan (AI) mungkin sudah bisa lulus ujian kedokteran, menulis kode pemrograman yang rumit, hingga menggubah puisi yang menyentuh hati. Namun, ada satu tugas sederhana tingkat taman kanak-kanak yang ternyata mampu membuat model bahasa tercanggih saat ini, termasuk versi terbaru ChatGPT, tampak benar-benar kewalahan: membuat poster alfabet yang akurat.
Baru-baru ini, sebuah eksperimen menarik menunjukkan bahwa ketika ChatGPT diminta untuk menghasilkan gambar poster alfabet untuk anak prasekolah, hasilnya bukan hanya tidak sempurna, melainkan sebuah kekacauan visual yang membingungkan sekaligus mengundang tawa.
Paradoks Kecerdasan Visual AI
Meskipun didukung oleh model pembuat gambar yang luar biasa seperti DALL-E 3, ChatGPT masih sering terjebak dalam fenomena yang disebut para ahli sebagai "halusinasi visual." Fenomena ini terjadi karena AI tidak benar-benar memahami urutan logika atau fonetik dari huruf-huruf tersebut; ia hanya memprediksi "tampilan" sebuah poster berdasarkan data miliaran gambar yang pernah ia pelajari.
Hasilnya? Poster yang seharusnya membantu anak kecil belajar huruf A sampai Z justru sering kali menampilkan:
- Huruf-huruf Hantu: Karakter yang terlihat seperti huruf latin tetapi sebenarnya tidak ada dalam alfabet mana pun di dunia.
- Urutan yang Acak-acakan: Huruf 'B' bisa saja muncul sebelum 'A', atau 'Z' yang tiba-tiba terselip di tengah-tengah poster.
- Ketidakcocokan Objek: AI mungkin menggambar huruf "D", namun di sampingnya justru ada ilustrasi seekor gajah (Elephant), menciptakan kebingungan kognitif yang luar biasa bagi target audiensnya, yakni balita.
Mengapa Tugas Sederhana Ini Begitu Sulit?
Masalah utamanya terletak pada detail mikroskopis dan kebutuhan akan akurasi absolut. Dalam menulis artikel, jika AI salah satu kata, maknanya mungkin masih bisa ditangkap. Namun, dalam sebuah poster edukasi, satu huruf yang terbalik atau salah urutan akan merusak seluruh fungsi produk tersebut.
ChatGPT cenderung memprioritaskan "estetika" daripada "kebenaran data" dalam hal pembuatan gambar. Ia mampu membuat poster yang terlihat sangat indah, penuh warna, dan bergaya profesional, namun jika Anda melihat lebih dekat, teks di dalamnya sering kali berupa coretan yang tidak bermakna atau urutan abjad yang liar.
Pelajaran Penting Bagi Pengguna
Kegagalan ChatGPT dalam tugas sederhana ini menjadi pengingat penting bagi kita semua bahwa AI tetaplah sebuah alat, bukan entitas yang mahatahu. Ada beberapa poin penting yang bisa kita petik:
- Kurasi Manusia Tetap Utama: Jangan pernah mencetak materi edukasi hasil generasi AI tanpa melakukan pengecekan mendalam huruf demi huruf.
- Keterbatasan Spasial: AI masih kesulitan memahami hubungan spasial yang kaku, seperti grid 26 huruf yang harus disusun secara berurutan.
- Bukan untuk Pengajaran Tanpa Pengawasan: Menggunakan poster hasil AI yang salah untuk mengajar anak kecil justru berisiko menghambat proses belajar mereka.
Kesimpulan
Fenomena ChatGPT yang "menggelepar" saat diminta membuat poster alfabet menunjukkan bahwa meskipun AI telah melangkah sangat jauh, ia masih memiliki sisi "manusiawi" dalam bentuk kecerobohan yang aneh. Bagi para orang tua dan guru, teknologi ini memang menawarkan kemudahan, tetapi untuk urusan dasar seperti pengenalan abjad, kreativitas manual manusia dan desain yang dikurasi dengan teliti tetap belum tertandingi.
Sepertinya, untuk sementara waktu, tugas membuat poster alfabet masih lebih aman diserahkan kepada desainer manusia daripada kepada algoritma yang terkadang masih bingung membedakan antara huruf 'M' dan 'N'.
